Cilacap merupakan daerah dengan potensi Sumber Daya Alam yang apabila dikelola dan dimanfaatkan dengan baik dapat mendongkrak perekonomian masyarakat. Salah satu potensi yang paling menonjol adalah wilayah pesisirnya, mulai dari sektor pariwisata hingga perikanan dapat dimanfaatkan sebagai landasan ekonomi kerakyakatan.
Tidak ingin melewatkan hal tersebut, masyarakat daerah Kawunganten, Cilacap bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Cilacap melalui Perum Perhutani mengembangkan udang vaname. Adanya budidaya tambak ini langsung diresmikan oleh Staff Khusus Wakil Presiden Bidang Ekonomi dan Keuangan, Lukmanul Hakim yang hadir di Kabupaten Cilacap pada 19/9/21.
Sebagai bentuk kemandirian ekonomi masyarakat, Pemerintah sangat mendukung adanya budidaya udang vaname, terlebih suplai udang vaname masih tertinggal dari permintaan pasar. Hal ini sebagai bentuk untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara lebih merata. Terlebih di masa pandemi covid 19 yang melumpuhkan hampir di berbagai sektor di setiap daerah.
Perkembangan Budi Daya Udang Vaname
Udang Vaname pertama kali masuk ke Indonesia diawali dengan sulitnya budidaya pada udang windu yang terserang penyakit dan sulitnya produksi serta pemasarannya. Permasalahan tersebut yang belum ditemukan solusinya akhirnya mulai ditinggalkan oleh pembudidaya untuk beralih ke komoditi udang vaname, Meskipun terbilang memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil daripada udang windu, namun udang vaname memiliki harga jual yang lebih rendah dan laju pertumbuhan yang lebih baik.
Menurut Khairul Amri dan Iskandar Kanna (2008), laju pertumbuhan yang baik berada pada rentang salinitas normal 5% hingga 35% yang dimiliki oleh udang vaname. Udang vaname juga dianggap toleran di kepadatan tinggi yaitu sebanyak lebih dari 70 ekor per m2. Selain itu, udang ini dapat tumbuh baik meskipun diberikan pakan dengan protein rendah.
Hal ini berarti biaya pakan untuk budidaya udang vaname lebih rendah dan dapat memangkas biaya produksi dari segi pemberian pakan. Teknik untuk budidayanya pun terbilang kurang lebih sama dengan yang dilakukan pada udang windu, sehingga sudah tidka asing bagi pembudidaya lokal. Ditambah udang vaname memliki tingkat toleransi benih terhadap lingkungan buatan.
Budidaya udang vaname dewasa ini memberikan sedikit angin segar untuk perkembangan budidaya udang tambak. Kehati-hatian dalam proses pembudidayaan perlu dilakukan disini untuk memaksimalkan nilai profit yang didapat dan dampak lingkungan yang diakibatkan.
Bagaimana Dengan Dampak Lingkungan Budidaya Udang Vaname?
Melakukan pembudidayaan apapun, sudah semestinya berpegang pada minimalnya dampak lingkungan yang mungkin bisa ditimbulkan. Hal ini juga sebagai bentuk dukungan dalam melestarikan lingkungan, sekaligus meminimalisir biaya tidak terduga akibat kerusakan yang ditimbulkan.
Menurut Atjo (2013) dan Suwardi et al (2014), budidaya udang vaname superintensif sepenuhnya mengandalkan masukan pakan berupa pelet pada kisaran 60% hingga 70% dari biaya operasional dengan konversi pakan. Hal ini diduga sebagai pemasok dari limbah nutrien yang potensial.
Melalui proses pencernaan maka akan diperoleh biomassa yang terjadi akibat nutrisi dan energi yang tersimpan dalam jaringan udang. Kemudian sisanya terbuang sebagai hasil ekskresi baik yang larut maupun dalam bentuk feses yang mengalami proses pelarutan, sedimentasi, mineralisasi, dan dispersi.
Sisa pakan dan feses dari uang tersebut adalah potensi sumber bahan organik yang dapat mempengaruhi tingkat kesuburan dan kelayakan kualitas air bagi kehidupan udang. Serta sebagai penentu daya dukung lingkungan perairan untuk mengoptimalkan alokasi sumber daya perikanan yang berkelanjutan.
Sebagai bentuk pencegahan cemaran limbah, maka perlu dilakukan dengan pembudidayaan yang dilakukan di lahan baru yang bukan bekas tambak sebelumnya, artinya benar-benar baru. Sebab jika meneruskan tambak sebelumnya, dapat memungkinkan kondisi serupa terjadi dalam hal penumbukan kandungan residu antibiotic yang berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan.
Jika memang dipaksakan meneruskan tambak sebelumnya, maka dapat dilakukan perombakan secara menyeluruh pada kondisi tambak tersebut.
Pembukaan tambak budidaya udang vaname secara baru ini merupakan cerminan untuk menghindari pencemaran lingkungan yang ditimbulkan dari proses budi daya udang vaname. Per 1 hektar tambak dapat dikelola oleh 40 orang penambak, sedangkan dalam rencananya dibuka 10 hektar. Hal ini cukup membantu masyarakat untuk dapat mengembangkan potensi alam untuk meningkatkan ekonomi kerakyakatan yang didukung oleh pemerintah.
Analisa oleh: Cahyaningtias Purwa Andari
Sumber Tautan Berita
https://cilacapkab.go.id/v3/budidaya-udang-vaname-cilacap-jadi-pilot-project-pengembangan-ekonomi-kerakyatan/