Oleh: Cahyaningtias Purwa Andari*
Sebagai bahan pokok yang digunakan oleh hampir seluruh masyarakat, meningkatnya harga minyak sawit menjadi perhatian banyak pihak. Terutama bagi kalangan rumah tangga yang mengeluhkan peningkatan yang mencapai lebih dari dua kali lipat dari harga sebelumnya. Keluhan ini semakin dirasa dalam kondisi pandemi dimana roda perekonomian masyarakat sedang mengalami pasang surut.
Akhir tahun 2021 hingga awal tahun 2022 ini masyarakat masih mendapati mahalnya harga minyak sawit meskipun kebijakan pemerintah menentukan harga jual sudah ditentukan. Masyarakat menjadi panic buying dengan memborong stock minyak sawit dengan harga yang relatif stabil sesuai ketentuan pemerintah. Hal ini dirasa dari sulitnya mendapatkan minyak sawit di supermarket dan minimarket dengan harga relatif rendah tersebut, bahkan beberapa market melakukan pembatasan kuantitas pembelian per orang.
Beberapa pedagang minyak sawit ini pun cukup mengeluhkan dengan adanya ketentuan harga yang stabil tersebut tiba-tiba. Pasalnya mereka sudah membeli stock dagang ketika harga masih mengalami peningkatan dan tidak mungkin menjualnya dengan harga baru yang ditentukan, sebab hal ini mengakibatkan kerugian. Namun sebagian masyarakat yang tidak kebagian minyak sawit dengan harga stabil akhirnya mau tidak mau membeli stock dari pedagang dengan harga yang masih mahal. Kedua harga tersebut memang masih beredar di masyarakat, sehingga disini masyarakat seolah berlomba untuk mendapatkan harga yang relatif lebih murah.
Mengapa Harga Minyak Sawit Meningkat?
Kenaikan harga minyak sawit pun tidak terlepas dari hoaks beredar. Seperti slentingan yang terdengar bahwa hal ini berkaitan dengan rencana pemindahan ibu kota Indonesia dari Jakarta ke Kalimantan, dimana Kalimantan merupakan daerah yang menghasilkan minyak sawit melimpah. Hal tersebut hanyalah penjelasan yang tidak bertanggung jawab dengan memanfaatkan kondisi terkini. Lantas apa penyebab sebenarnya peningkatan harga minyak sawit?
Harga minyak mentah dunia mengalami peningkatan pada tahun 2021 yang disebabkan meningkatnya tingkat vaksinasi covid 2019, pelonggaran pembatasan aktivitas terkait pandemi, dan pertumbuhan ekonomi yang kemudian menyebabkan meningkatnya demand minyak secara global daripada supply pasokan minyak.
Harga spot minyak mentah Brent (patokan harga crude oil global Dollars per Barrel) menurut Energy Information Administration (EIA, 2021), tahun 2021 ini dimulai pada $50 per barel dan meningkat di level tertinggi hingga $86 per barel pada akhir Oktober 2021 sebelum akhirnya menurun kembali pada minggu-minggu akhir tahun.
Peningkatan demand dan supply minyak mentah yang rendah menyebabkan terjadinya penarikan ketersediaan minyak bumi dan bahan bakar cair global secara konsisten dari Februari hingga Desember 2021, hal ini kemudian berkontribusi besar pada peningkatan harga minyak mentah.
Meningkatnya harga minyak secara global tidak terlepas dari pandemi, terutama kebijakan lockdown yang mempengaruhi arus logistik. Seperti penerapan kebijakan ketat tersebut di Malaysia yang merupakan salah satu negara produsen minyak bumi besar sehingga berpengaruh pada supply yang mengakibatkan meningkatnya harga CPO (Crude Palm Oil).
Menengahi hal ini, Kementrian Perdagangan Indonesia memastikan adanya kebijakan DPO (Domestic Price Obligation) yang bertujuan untuk menjaga agar harga minyak sawit khusus di dalam negeri tidak mengikuti arus tren harga secara global yang sedang mengalami peningkatan. Kemendag menerapkan kebijakan dengan menetapkan harga minyak sawit yaitu Rp. 9300 per kg dan olein Rp. 10300 per liter yang setara dengan $655 per ton. Sedangkan untuk harga pasar global saat ini mencapai $1300 per ton. Harga tersebut berlaku untuk pasokan eksportir sebesar 20% dari volume ekspor. Sedangkan HET (Harga Eceran Tertinggi) untuk minyak goreng curah yaitu Rp. 11.500 per liter, minyak goreng kemasan Rp. 13.500 per liter, dan minyak goreng premium Rp. 14.000 per liter berlaku per 1 Februari 2022.
Kebijakan ini mungkin saja memang tidak diterapkan dalam jangka panjang, karena tetap menyesuaikan dengan harga global CPO. Subsidi yang dilakukan pemerintah dapat secara perlahan dikurangi sehingga masyarakat pun dapat menyesuaikan diri dalam perbaikan ekonomi. Hal ini dirasa perlu dilakukan karena adanya prediksi bahwa harga CPO secara global akan terus mengalami peningkatan hingga dua tahun ke depan sehingga adaptasi dari masyarakat juga perlu dilakukan.
Keberadaan pandemi ini memang mempengaruhi hampir keseluruhan roda perekonomian hingga menyentuh pada harga komoditi yang berpengaruh besar pada kebutuhan sehari-hari masyarakat. Kebijakan DPO ini juga selayaknya tidak disalahgunakan oleh berbagai pihak karena adanya penekanan harga beli hingga level terbawah yang dapat dimungkinkan merugikan petani sawit.
*)Penulis adalah Analis Berita di Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Cilacap
Sumber Tautan Berita
Data EIA (Energy Information Administration), dilansir melalui website https://www.eia.gov/
https://www.merdeka.com/uang/ini-penyebab-harga-cpo-terus-meningkat.html
https://www.beritasatu.com/ekonomi/524055/hoax-industri-sawit-kian-memprihatinkan