“Jas Merah, Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah” kata-kata tersebut menjadi selalu terngiang dibenak tatkala memperingati hari Pahlawan tanggal 10 November. Dalam pidatonya memperingati hari kemerdekaan pada 17 Agustus 1966, semboyan tersebut diucapkan oleh Soekarno yang mengartikan betapa pentingnya untuk menghargai sejarah Indonesia.
Kita patut bersyukur berada dalam kehidupan merdeka dari penjajahan, menikmati hasil perjuangan dari pahlawan yang sudah mendahului. Kedamaian hidup, kebebasan berekspresi, kebebasan untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang kita rasakan saat ini janganlah kita menjadi naif atas perjuangan penuh tumpah darah masa kelam yang berlangsung beratus-ratus tahun.
Sebagai warga Cilacap, mungkin tidak semua orang tahu bahwa Cilacap memiliki pahlawan nasional yang lahir di tanah Bercahaya ini. Beliau adalah Sukarjo Wiryopranoto yang lahir di Kesugihan, Cilacap pada 55 Juni 1903 dan meninggal di New York, Amerika Serikat pada 23 Oktober 1962 dalam usianya yang ke 59 tahun.
Sukarjo kecil menempuh pendidikannya di ELS atau Europeesche Lagere School yaitu Sekolah Dasar pada jaman Hindia Belanda. Setelahnya, beliau melanjutkan pendidikan di Rechts School Jakarta yang merupakan Sekolah Hukum. Beliau memulai karirnya dengan menjadi Pegawai Negeri dengan berpindah-pindah kota, mulai dari Purwokerto hingga Lumajang.
Ketika di Lumajang inilah terjadi pemberontakan PKI 1926/1927. Beliau dengan keberaniannya tidak memperdulikan keselamatan diri sendiri mendatangi rumah dr Muhammad dimana anaknya ditangkap dan dibuang karena terindikasi memiliki keterlibatan dalam pemberontakan PKI. Karena hal ini, beliau kemudian memiliki ketertarikan untuk ikut menjadi anggota Jong Jawa yang merupakan organisasi Pergerakan Nasional.
Sukarjo kemudian menyadari bahwa menjadi Pegawai Negeri kala itu, beliau hanya melayani kepentingan kolonial Belanda. Sehingga beliau memutuskan untuk mendirikan kantor pengacara secara independen yang diberi nama Wisnu dengan tujuan melindungi rakyat dan menegakkan kebenaran.
Kiprahnya dalam dunia hukum dan politik memuncak kala menjadi anggota Partai Indonesia Raya (Parindra) di tahun1936. Perjuangannya memberikan kesempatan kepada orang Indonesia untuk menduduki kursi walikota dikemukakan melalui mosi dalam sidang Volksraad tahun 1937 yang keudian ditolak Pemerintah Belanda.
Selain menjadi anggota Parindra, Sukarjo juga menduduki jabatan sekretaris Gabungan Politik Indonesia (GAPI) dimana Sukarjo menuntuk agar Indonesia membentuk parlemen dimana pemerintah bertanggungjawab kepada parlemen.
Karir politiknya setelah kemerdekaan semakin memuncak. Sukarjo pernah menjabat sebagai Duta Besar Indonesia di Vatikan, Duta Besar Luar Biasa untuk Italia dan China. Kemudan pada tahun 1962, Sukarjo diangkat sebagai Wakil Tetap Indonesia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kala itu beliau berusaha penuh untuk mempengaruhi negara lain agar membantu perjuangan Indonesia dalam membebaskan Irian Barat dari kolonial Belanda.
Akhir hayatnya, beliau meninggal pada 23 Oktober 1962 di New York Amerika Serikat yang kemudian jenazahnya dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata, Jakarta. Beliau dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional melalui Surat Keputusan Presiden RI No. 342 Tahun 1962 tertanggal 29 Oktober 1962. Sebagai penghargaan atas loyalitas dan perjuangannya, nama beliau kemudian diabadikan sebagai salah satu nama jalan di Jakarta.
Cahyaningtias Purwa Andari